Isu Ransomware BRI Fakta atau Hoaks?

Dec 25, 2024 - 16:58
Dec 25, 2024 - 17:28
 0
Isu Ransomware BRI Fakta atau Hoaks?
Serangan ransomware yang diklaim menyerang BRI dipasikan janggal oleh pakar keamanan IT. (foto: pexels-tima-miroshnichenko)

satriajayamedia.com - Beberapa hari terakhir, masyarakat dihebohkan dengan berita bahwa Bank Rakyat Indonesia (BRI) menjadi korban serangan Ransomware yang diklaim oleh kelompok hacker bernama Bashe. 

Kabar ini pertama kali muncul dari unggahan akun @FalconFeedsio di platform X pada 18 Desember 2024, yang menyatakan bahwa BRI telah jatuh ke tangan Ransomware Bashe.

Ransomware adalah jenis malware yang mengenkripsi data di komputer korban dan meminta tebusan untuk mengembalikannya.

Kelompok Bashe, yang sebelumnya dikenal sebagai APT73 atau Eraleig, mulai mengganggu dunia maya sejak tahun 2024. Mereka menargetkan berbagai sektor, termasuk perbankan dan manufaktur, dengan motif finansial.

Dalam kasus BRI, Bashe menetapkan tenggat waktu penebusan pada 23 Desember 2024, dengan permintaan tebusan sebesar 5 Bitcoin, setara dengan Rp7,9 miliar. Jika tidak dibayar, mereka mengancam akan menjual data yang dicuri kepada pihak ketiga.

Teguh Aprianto, seorang pakar cybersecurity dan pendiri Ethical Hacker Indonesia, merasa janggal dengan klaim ini. Ia awalnya enggan berkomentar karena data yang diklaim tidak meyakinkan.

Setelah tenggat waktu berlalu, Teguh menemukan bahwa data yang dipublikasikan oleh Bashe ternyata hanya satu file Excel dengan 100 baris data yang sama dengan dokumen yang sudah ada di internet.

Teguh menyatakan, "Mari tepuk tangan untuk Bashe, grup ransomware terkocak sepanjang masa." Pernyataan ini menyoroti betapa tidak seriusnya ancaman yang mereka buat.

Setelah berita ini viral, masyarakat mulai meragukan klaim bahwa BRI telah menjadi korban Ransomware Bashe. Hal ini diperkuat oleh fakta bahwa nasabah BRI masih dapat mengakses layanan perbankan seperti mobile banking tanpa gangguan.

Meskipun isu ini sempat membuat khawatir, tampaknya serangan siber yang diklaim tidak terjadi seperti yang diperkirakan.

Dengan demikian, penting bagi masyarakat untuk tetap waspada terhadap informasi yang beredar dan tidak mudah percaya pada klaim yang belum terbukti kebenarannya.